Terinjak sebagai peristiwa yang tertanam jauh di sanubari sehingga menjadikan kehangatan dalam sandiwara, walaupun teringat cahaya kelam dan merusak segala yang sudah, Rangga mulai berlari mengajak dan menunjuk arah datangnya cinta. Dengan merayap keutuhan tak terbatas dan menghendaki terbengkalai lebih dari, ia terbangkan perwujudan seolah diantara segalanya. Keberadaan merekayasa jari manusia, menerka dan selalu mereka - reka sehingga sayap - sayap panjang nan lebar lebur dalam nyala kemudian menyatu kian dekat. Sebuah tempat untuk berdiam dan merasakan cinta sepanjang hari saat kematian di sekitarnya dengan kegelapan dan detik, ketika jiwa tegak kukuh berdiri. Rangga merasa letih dalam lorong yang gelap itu dan jiwanya remuk dalam teror pedihnya jalanan, tempat dimana kematian memeluk kehidupan. Tapi ia tidak beranjak dan menghindar dari singgasananya sampai Vini mengatakan dengan terus terang bahwa jiwanya adalah tujuan jiwa Rangga, sampai Vini mengungkapkan dalam hati Rangga kebohongan apa yang terpendam dalam hatinya. Mungkin Rangga melihat rahasia hati di matanya, atau mungkin juga ia lebih memahami dari wajah Vini sehingga ia menunggu sesaat, melihat sejenak, dan kemudian melihat wajahnya kembali. Setelah itu ia mengajarinya meneteskan air mata permohonan dari mata hatinya, dan menyesali seperti dia mencari kepuasan dalam hidup yang berwarna, sekalipun hanya yang terlihat cenderung lebih dari hitam. Sejenak Rangga terdiam dan terpaku, karena air hujan yang menetes sampai di ujung bulu matanya yang menjadikan puing - puing reruntuhan anugerah, dan semilir angin beserta nyanyian prosa kilat menjemput ke dalam hatinya, membuatnya semakin lebih